Saturday, May 9, 2015

Karakteristik dan perbedaan individu

§  nilai-nilai.
§  Karakter sifatnya relatif konstan dan selalu terarah pada tujuan.
Elemen dari karakter adalah :
1.        Dorongan-dorongan atau drives
Adalah naluri yang menggerakkan untuk mempertahankan aku manusia.Dorongan dibawa sejak lahir.Contoh : dorongan makan, aktif, dorongan bermain. Dorongan yang bersifar sosial adalah dorogan seks, hidup berkawan, berkumpul.
2.        Instink
Kemampuan untuk berbuat hal-hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya dan terarap adap tujuan yang berarti.Dibawa sejak lahir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.        Refleks
Reaksi yang tidak disaadari terhadapn perangsang tertentu.Terjadi id luar kesadaran manusia.Refleks du amacam a. bersyarat dan tidak bersyarat.Refleks bersyarat adalah karena pernagaruh lingkungan. Refleks tidka bersyaarakat : batuk karena membau sesuatu.
4.        Sifat-sifat karakter, yaitu :
a.       Kebiasaan : rekasi yang kompleks dan tetap dalam tingkah laku manusia. Timbul karena adanya latihan , meniru dan pengulangan.
b.      Kecenderungan
5.        Organisasi persaan ,emosi dan sentimen: kecenderungan yang menjadi kedudukan sentral.
6.        Minat atau interest : kecenderungan terhadap sesuatu secara intensif terhadap satu tujuan atau obyek yang dianggap penting.
7.        Kemauan:organisator daripada karakter.
A.       Pengertian Individu sebagai Peserta Didik
Menurut Fatimah (2006 : 12) setiap individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia telah memasuki usia sekolah, antara lain :
1.      Usia 4-6 tahun (pendidikan di taman kanak-kanak).
2.      Usia 6/7-12/13 tahun (pendidikan di sekolah dasar).
3.      Usia 12/13-15/16 tahun (pendidikan di SMP).
4.      Usia 16-19 tahun (pendidikan di SLTA).
B.       Karakteristik Setiap Individu yang telah Memasuki Usia Sekolah
1.      Usia 4-6 tahun (Pendidikan di Taman Kanak-Kanak)
Karakteristik anak Usia TK adalah konflik adaptatif, imitatif, berbagi, dan mau mengalah. Ketiga sifat terakhir ini karena anak ingin diterima dalam kelompok.
2.      Usia 6/7-12/13 tahun (pendidikan di sekolah dasar).
Menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya.Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik.Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan.
Nasution (1992) mengatakan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, (2) amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, (4) pada umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6) anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
3.      Usia 12/13-15/16 tahun (pendidikan di SMP).
Karakteristik anak usia SMP antara lain :
a.         Cara berfikir kausatif. Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.
b.         Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang    ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan.
c.         Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
d.         Emosiyang meluap-meluap. Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon.
e.         Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
f.          Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
g.         Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukanaku yang sebenarnya).
4.      Usia 16-19 tahun (pendidikan di SLTA).
Nana Syaodik menguraikan ada empat karakteristik anak sekolah menengah sekaligus implementasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Keempat karakteristik tersebut adalah :
a.       Perkembangan fisik dan perilaku motorik.
b.      Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
Pada usia remaja tumbuh keinginan untuk mempelajari atau menggunakan bahasa asing baik yang formal misalnya bahasa inggris, mandarin atau lainnya ataupun bahasa non formal misalnya bahasa gaul atau bahasa sandi yang hanya dimengerti oleh kelompoknya.
Keinginan membaca juga meningkat terutama fantastik dan estetik.Oleh karena itu guru bersama dengan pustakawan dapat memberikan tugas pada siswa untuk membuat resensi buku bacaan yang baik agar siswa tidak membaca buku yang tidak baik.
Kecakapan umum berkembang pesat dan kecakapan khusus mulai terlihat arahnya.Guru hendaknya menerapkan pendekatan individual atau kelompok kecil dalam sistem pembelajaran. Guru juga memberi peluang pada siswa yang unggul untuk memberi imbas pada siswa yang lambat misalnya dengan metode tutor sebaya.
c.       Perilaku sosial, moralitas dan agama.
Usia remaja memiliki ketergantungan yang kuat pada kelompoknya, hal ini bila tidak diarahkan dapat timbul kelompok-kelompok ( gang ) yang memiliki kegiatan negatif, misalnya tawuran. Remaja sangat kritis mengkaji kaidah etika moral atau norma yang ada di masyarakat sekitarnya. Disamping itu mereka mulai mempertanyakan eksistensi dan kasih sayang Tuhan.
Implikasinya adalah sistem pendidikan di SMA hendaknya mengadakan kerjasama dengan lembaga terkait misalnya kepolisian, lembaga kesehatan, atau lembaga keagamaan.
d.      Perilaku konatif, Afektif dan Kepribadian.
Remaja menurut Maslow memiliki lima kebutuhan yaitu kebutuhan fisik, rasa aman, afiliasi sosial, penghargaan dan perwujudan diri. Reaksi dan emosi remaja masih sangat labil dan belum terkoordinasi, pada masa ini juga terjadi krisis identitas.
Karakteristik ini menuntut guru memberi contoh perilaku keteladanan bagi siswanya, baik di sekolah ataupun di luar sekolah.Guru juga harus memberi peluang siswanya untuk bertanggungjawab.
C.       Membentuk karakter Anak
Membentuk karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga, sekolah, dan komunitas.( Ratna Megawangi)

Dalam pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secaraterintegrasi.
Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.

Kedua, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk.Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses itu, ada sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. dimulai dari cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun; kasi sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan. Karakter baik ini harus dipelihara.
Lingkungan ini mengitari manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan meninggalnya.Antara lingkungan dan manusia ada pengaruh yang timbal balik, artinya lingkungan mempengaruhi manusia, dan sebaliknya, manusia juga mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.
Ki Hajar Dewantara, membedakan lingkungan pendidikan menjadi tiga, dan kita kenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu:
- Keluarga,
- sekolah,
- masyarakat.
D.       Tri Pusat Pendidikan
Lembaga Pendidikan ialah badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik.
1.         Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Pertama dan Utama
Kalau kita tinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat.
     Pendidikan Keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena disamping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak. Pendidikan keluarga mau tidak mau harus mengikuti derap langkah kemajuan masyarakat. Dengan demikian nampaklah adanya satu hubungan erat antar kelurga dengan masyarakat.
     Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subyek manusia (suami-isteri).Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak. Motivasi pengabdian keluarga (orang tua) ini semata-mata demi cinta kasih yang kodrati. Di dalam suasana cinta dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam tanggung jawab keluarga.
2.         Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Kedua
     Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak.Maka disamping kelurga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak.
     Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga sesudah Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, dan berguna bagi nusa dan bangsanya.
     Dengan sekolah, golongan atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari golongan atau partainya.Dengan sekolah, kaum beragama mendidik putra-putranya untuk menjadi orang yang melanjutkan dan memperjuangkan agama.
Karena sekolah itu sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat pendidikan, maka dapatlah ia kita golongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan kedua sesudah keluarga, lebih-lebih mempunyai fungsi melanjutkan pendidikan kelurga dengan guru sebagai ganti orang yang harus ditaati.
3.         Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga
     Keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya.Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat di manapun berada, tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, namun juga mempunyai norma-norma yang universal dengan masyarakat pada umumnya.
E.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Didik
Persoalan mengenai faktor-faktor apakah yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan, dijawab oleh para ahli dengan jawaban yang berbeda-beda.
Para ahli yang beraliran “Nativisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh unsur pembawaan.Jadi perkembangan individu semata-mata tergantung pada faktor dasar/pembawaan.Tokoh utama aliran ini yang terkenal adalah Schopenhauer.
Berbeda dengan aliran Nativisme, para ahli yang mengikuti aliran “Empirisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran Empirisme ini menjadikan faktor lingkungan/pendidikan maha kuasa dalam menentukan perkembangan seorang individu.Tokoh aliran ini adalah John Locke.
Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrem di atas adalah “aliran konvergensi” dengan tokohnya yang terkenal adalah William Stern.Menurut aliran konvergensi, perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut.baik faktor dasar / pembawaan maupun faktor lingkungan/pendidikan kedua-duanya secara convergent akan menentukan / mewujudkan perkembangan seseorang individu. Sejalan dengan pendapat aliran ini Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita juga mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar / lingkungan (faktor eksternal).
Menurut Elizabeth B. Hurluck, baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, lebih-lebih lagi untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting.
Selain faktor-faktor yang tersebut di atas, masih ada lagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, diantaranya adalah faktor teman sebaya, keragaman budaya dan faktor media massa.
1. Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
Anak yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola kepribadian. Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di rumah, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntutsi anak untuk memperlihatkan pola yang lain, yang bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.
Makin kecil kelompoknya, di mana hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan dengan kelompok yang besar yang anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.
2. Keragaman budaya
Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental dan moral mereka.Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang negatif.
3. Media Massa
Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif. Contoh media massa yang sangat berpengaruh adalah media massamassa saat ini berkembang semakin canggih. Semakin canggih suatu media massa maka akan semakin terasa dampaknya bagi kehidupan kita. elektronik antara lain televisi. Televisi sangat mudah mempengaruhi masyarakat, khususnya anak-anak yang dalam perkembangan melalui acara yang disiarkannya.
F.        Perbedaan Individu dalam Perkembangan Pribadi
Lingkungan kehidupan social  budaya yang mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang amatlah kompleks dan heterogen. Baik lingkungan alami maupun lingkungan yang diciptakan untuk maksud pembetukan pribadi  anak-anak dan remaja, masing-masing memiliki ciri yang berbeda. Oleh karena itu secara singkat dapat dikatakan bahwa perkembangan pribadi setiap individu berbeda-beda sesuai dengan pembawaan (faktor hereditas) dan lingkungan tempat mereka hidup dan dibesarkan
Faktor pembawaan (hereditas) merupakan faktor dalam diri individu yang diwariskan dari orang tuanya meliputi bakat, pembawaan, potensi-potensi psikis dan fisik.Meskipun kita melihat suatu sifat atau ciri-ciri yang sama antara orang tua dan anaknya, kita belum bisa mengambil kesimpulan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri pada anak itu merupakan keturunan. Misalnya, bapak malas dan anaknya juga malas, ini belum berarti bahwa kemalasan anak itu adalah keturunan. Mungkin sifat malas pada anak itu disebabkan karena dengan tidak sadar anak itu meniru” dari orang tuanya, jadi mungkin adalah pengaruh lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu bersangkutan.Lingkungan secara garis besar dapat dibedakan:
1.  Lingkungan fisik,yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim, dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu. Misalnya: daerah pegungungan akan memberikan pengaruh yang lain bila dibandingkan dengan daerah pantai. Daerah yang mempunyai musin dingin akan memberikan pengeruh yang berbeda dengan daerah yang penuh dengan musim panas.
2.  Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan mayarakat, di mana dalam lingkungan masyarakat ini adanya interaksi individu satu dengan individu lain. Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan individu.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu, Hubungan antara individu dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya individu juga dapat mempengaruhi lingkungan. (Walgito, Bimo, 1980: 50)
Pertentangan terjadi antara para ahli untuk menyatakan faktor mana yang lebih berpengaruh pada pembentukan karakteristik atau perilaku individu.Sebagai contoh adanya pengaruh genetic/hereditas dalam perkembangan adalah adanya perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin.Pada kenyataannya, anak laki-laki cenderung lebih aktif, memiliki inisiatif, agresif dan berorientasi fisik dalam memanipulasi objek. Sedangkan anak perempuan, cenderung pada mengobservasi lingkungan daripada memanipulasi objek, dan mereka lebih memperhatikan, mendengarkan dan verbalizing. Anak perempuan juga cenderung lebih matang secara fisik terutama pengendalian psikologis sehingga cenderung untuk berfungsi secara efisien.
Besarnya pengaruh genetic bukan berarti mengecilkan pengaruh lingkungan.Pada kenyataannya seorang anak yang aktif dan memiliki saudara atau anak tua lebih memilih menghabiskan waktunya dengan bermain adu fisik, tetapi anak yang tidak memiliki teman bermain menghabiskan banyak waktunya untuk mengamati atau mempelajari lingkungan fisik.Kenyataan tersebut didukung oleh Hesmann dkk.1984; Patterson dan stouthamer-Loeber. 1984; dan Steinmetz.1977 yang menyatakan bahwa anak laki-laki yang dibesarkan dilingkungan yang brutal atau sadis kemungkinan akan memiliki tindakan yang mengarah pada perkelahian dan tindakan yang tidak menyenangkan terhadap temannya (bullying). Sedangkan Maccoby dan Martin, 1983; Rohner dan nielsen, 1978; Staub, 1979) menyatakan bahwa anak-anak yang sama tapi dibesarkan dalam lingkungan yang menyenangkan, akan lebih manusiawi, cenderung menjadi percaya diri, tapi tidak agresif dan cenderung menjadi pemimpin. Berdasarkan hal tersebut, meskipun pengaruh biologi/genetik dapat dipastikan membentuk perilaku individu dan sosial, pengaruh lingkungan berinteraksi dengan genetic pada akhirnya mempengaruhi kebiasaan.
Pada beberapa kasus, kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh pada dua kasus berikut: seorang anak yang lahir sempurna (tanpa cacat) apakah dapat dipastikan akan menjadi seorang periang apabila lingkungan selalu mencela semua perbuatannya. Atau apakah seorang anak yang lahir dalam kondisi cacat juga dapat dipastikan akan menjadi seorang yang periang apabila didukung oleh lingkungan yang nyaman. Dalam hal ini tidak dapat dipastikan mana yang lebih berpengaruh. Oleh karena itu, dalam hal pendidikan atau proses belajar mengajar penting untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu baik genetik maupun lingkungan. Sehingga pendidik dapat menentukan sikap dalam menghadapi permasalahan di setiap tahapan perkembangan individu.
Dua orang anak yang dibesarkan di dalam satu keluarga akan menunjukkan sifat pribadi yang berbeda walaupun keduanya berasal dari satu keturunan. Hal itu disebabkan mereka berinteraksi, bersosialisasi, dan mengintegrasikan diri dengan lingkungannya yang sesuai dengan perbedaan kapasitas, kemampuan atau bawaannya.Faktor pembawaan dan lingkungan merupakan dua faktor yang membentuk kepribadian seseorang. Oleh karena itu kepribadian setiap individu akan berbeda-beda sesuai dengan sifat badan dan kondisi lingkungan hidupnya.
G.       Upaya Mengembangkan Karakter Peserta Didik
 Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan pada anak didik.
1.  Berusaha mengerti pribadi individu
Setiap pribadi adalah unik dan kompleks.Masing-masing individu memiliki ciri yang unik. Dengan memahami pribadi masing-masing individu pendidik akan memiliki kedekatan emosional dan kepercayaan dari peserta didik sehingga pendidik akan lebih mudah memberikan bimbingan dan arahan serta nasihat.
2.  Mencari sebab-sebab timbulnya permasalahan karakter peserta didik.
Dengan mencari penyebab terjadinya permasalahan karakter, pendidik akan lebih mudah mencari penyelesaian.
3.  Menanamkan nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai keagamaan
Nilai spiritual dan nilai keagamaan akan menjadi guidence dalam kehidupan peserta didik. Dengan memahami nilai spiritual keagamaan peserta didik akan memiliki kehidupan yang lebih tenang dan ketahanan pribadi dalam menghadapi permsalahan dan cobaan hidup.
4.  Pendidik menjadi teladan bagi peserta didik
Sifat asasi manusia adalah peniru. Karakter peserta didik akan lebih mudah dibentuk apabila sudah ada contoh (model) dari orang disekelilingnya. Orang tua maupun guru harus dapat menjadi model karakter pribadi yang baik bagi peserta didik.
5.  Melatih  kebiasaaan – kebiasaan positif baik di sekolah maupun dirumah.
Contoh kebiasaan positif diantaranya adalah mengatur waktu, mengikuti aturan sekolah dengan sadar, membina hubungan baik dengan sesama teman, mengerjakan tugas dan pekerjaan secara mandiri, dll.
6.  Melatih cara merespon masalah dengan baik.
Menghindari sikap dan tindakan yang bermaksud menghindar atau lari dari masalah.Kemampuan memecahkan masalah adalah bekal life skill bagi kehidupan di masa datang.Untuk itu peserta didik harus memiliki sikap mental yang responsif dan responsible.Pesera didik dilatih mampu mengelola emosi dan meningkatkan daya nalar dalam memecahkan persoalan.
7.  Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan ketrampilan sesuai bakat dan minat yang dimiliki.

Sekolah dan rumah adalah tempat terdekat peserta didik untuk mengembangkan kapasitas intelektual dan bakat serta ketrampilan yang dimilki. Pengembangan penguasaan iptek dan bakat di sekolah dapat diakukan dengan program-program ekstrakurikuler maupun proses pembelajaran di dalam kelas itu sendiri. Di lain pihak, orang tua memberikan arahan yang benar bagi anak  dalam menyalurkan bakat serta minat yang dimilikinya.

Friday, May 8, 2015

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik

Sejak-awal tahun 1980-an semakin diakuinya pengaruh keturunan (genetik) terhadap perbedaan individu. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian perilaku genetik yang mendukung, pentingnya pengaruh keturunan menunjukkan tentang pentingnya pengaruh lingkungan. Perilaku yang kompleks yang menarik minat para ahli psikologi (misalnya temperamen, kecerdasan dan kepribadian) mendapat pengaruh yang sama kuatnya baik dari faktor-faktor lingkungan maupun keturunan (genetik).



Aspek apa sajakah yang mempengaruhi faktor genetik? Menurut Santrok (1992), banyak aspek yang dipengaruhi laktor genetik. Para ahli genetik menaruh minat yang sangat besar untuk mengetahui dengan pasti tentang variasi karakteristik yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Kecerdasan dan temperamen merupakan aspek-aspek-yang paling banyak ditelaah yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh keturunan.
1.        Kecerdasan
Arthur Jensen (1969) mengemukakan pendapatnya bahwal kecerdasan itu diwariskan (ditururikan). la juga mengemukakan bahwa lingkungan dan budaya hanya mempunyai peranan minimal dalam kecerdasan. Dia telah melakukan beberapa penelitian tentang kecerdasan, di antaranya ada yang membandingkan tentang anak kembar yang berasal dari satu telur (identical twins) dan yang dari dua telur (fraternal twins). Identical hvins memiliki genetik yang identik, karena itu kecerdasan (IQ) s^harusnya sama. Fraternel twins pada anak sekandung genetiknya tidak sama karena itu IQ-nya pun tidak sama. Menurut Jensen bila pengaruh lingkungan lebih penting pada identical ftiv’m yang dibesarkan pada aua lingkungan yang berbeda, seharusnya menunjukkan IQ yang berbeda pula. Kajian terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa identical t\vins yang dibesarkan pada dua lingkungan yang berbeda korelasi rata-rata IQ-nya. 82. Dua saudara sekandung yang dipelihara pada dua lingkungan yang berbeaa korelasi rata-rata IQ-nya, 50. Banyak ahli-ahli yang mengkritik Jensen. Salah seorang di antaranya mengkritik tentang definisi kecerdasan itu sendiri. Menurut Jensen IQ yang diukur dengan tes kecerdasan yang baku merupakan indikator kecerdasan yang baik. Kritik dari ahli lain ialah bahwa tes IQ hanya menyentuh sebagian kecil saja dari kecerdasan. Cara individu niemecahkan masalah sehari-hari. penycsuaian dirinya terhadap lingkungan kerja dan lingkungan sosial, merupakan aspek-aspek kecerdasan yang penting dan tidak terukur oleh tes kecerdasan baku yang digunakan oleh Jensen. Kritik kedua menyatakan bahwa kebanynkan .penelitian tentang keturunan dan lingkungan tidak mencakup lingkungan-lingkungan yang berbeda secara radikal. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa studi tentang genetik menunjukkan bahwa lingkungan mempunyai pengaruh yang lemah terhadap kecerdasan.
Menurut Jensen pengaruh keturunan terhadap kecerdasan sebesar 80 person. Kecerdasan memang dipengaruhi oleh keturunan tetapi kebanyakan ahli perkembangan menyatakan bahwa penganih itu berkisar sekitar 50 persen.
2.        Temperamen
Temperamen adalah gaya-perilaku karakteristik individu dalam merespons. Ahli-ahli perkembangan sangat tertarik mengenai temperamen bayi. Sebagian bayi sangat aktif menggerak-gerakkan tangan, kaki dan mulutnya dengan keras, sebagian lagi lebih tenang, sebagian anak menjelajahi lingkungannya dengan giat parta vvaktu yang lama dan sebagian lagi tidak demikian. Slebagian bayi merejpons orang Iain dengan hangat, sebagai lagi pasif dart acuh tidak acuh. .Gaya-gaya perilaku tersebut di atas menunjukkan temperamen seseorang. Menurut Thomas & Chess (1991) ada tiga tipe dasar temperamen yaitu mudah, sulit, dan lambat untuk dibangkitkan:
a.       Anak yang mudah umumnya mempunyai suasana hati yang positif dan dapat dengan cepat membentuk kebiasaan yang teratur, serta dengan mudah pula menyesuaikan diri dengan pengalaman baru.
b.      Anak yang sulit cenderung untuk bereaksi secara negatif serta sering menangis dan lambat untuk menerima pengalaman-pengalaman baru.
c.       Anak yang lambat untuk dibangkitkan mempunyai tingkat kegiatan yang rendah, kadang-kadang negatif, dan penyesuaian diri yang rendah dengan lingkungan atau pengalaman baru.

Beberapa ahli perkembangan, termasuk Chess dan Thomas, Berpendapat bahvva temperamen adalah karakteristik bayi yang baru lahir dan akan dibentuk dan dimodifikasi oleh pengalaman-pengalaman anak pada masa-masa berikutnya. Para peneliti menemukan bahwa indeks pengaruh lingkungan terhadap temperamen sebesar .50 sampai .60 menunjukkan lemahnya pengaruh tersebut. Kekuatan pengaruh ini biasanya menurun saat anak itu tumbuh menjadi- lebih besar. Menetap atau konsisten tidaknya temperamen bergantung kepada “kesesuaian” hubtingan antara anak dengan orang tuanya. Orang tua mempengaruhi anak, tetapi anak pun mempengartihi orang tua. Orang tua dapat menjauh dari anaknya yang sulit, atau mereka dapat menegur dan menghukumnya, hal ini akan menjadikan anak yang sulit menjadi lebih sulit lagi. Orang tua yang luwes dapat inemberi pengaruh yang menen’angkan terhadap anak yang sulit atau akan tetap menunjukkan kasih sayang walau anak menjauh atau berkeras kepala.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa keturunan mempengaruhi temperamen. Tingkat pengaruh ini bergantung pada respons orang tua terhadap anak-anaknya dengan pengalaman-pengalaman masa kecil yang ditemui dalani lingkungan.
3.        Interaksi keturunan lingkungan dan perkembangan
Keturunan dnn lingkungan berjalan bersama atau bekerja sama dan menghasilkan individu dengan kecerdasan, temperamen tinggi dan berat badan, minat yang khas. Bila seorang gadis cantik dan cerdas terpilih menjadi ketua OSIS, apakah k:ta akan berkesimpulan bahwa keberhasilannya itu hanya karena lingkungan atau lainnya karena keturunannya? tentu saja karena keduanya. Karena pengaruii lingkungan bergantung kepada karakteristik genetik, maka dapat dikatakan bahwa antara keduanya. terdapat interaksi.
Pengaruh genetik terhadap kecerdasan terjadi pada awal perkembangan anak dan berlanjut terus sr.mpai dewasa. Kita ketahui pula bahwa dengan dibesarkan pada kelur.rga yang sama dapat terjadi perbedaan kecerdasan secara individual dengan varjasi yang kecil pada kepribadian dan minat. . Salah satu alasan terjadinya hal itu ialah mungkin karena keluarga mempunyai penekanan yang sama kepada anak-anaknya berkenaan dengan perkembangan kecerdasan yaitu dengan mendorong anak mencapai tingkal tertinggi. Mereka tidak mengarahkan anak ke arah minat dan kepribadian yang sama. Kebanyakan orang tua menghendaki anaknya untuk mencapai tingkat kecerdasan di atas rata-rata.
Apakah yang .perlu diketahui tentang interaksi antara keturunan dengan lingkungan dalam perkembangan? Kita perlu mengetahui lebih banyak tentang interaksi tersebut dalam perkembangan yang berlangsung normal. Misalnya, apakah arti perbedaan IQ antara dua orang sebesar 95 dan 1257 Untuk dapat menjawabnya diperlukan informasi tentang pengaruh-pengaruh budaya dan genetik. Kita pun perlu mengetahui pengaruh keturunan terhadap seluruh siklus kehidupan. Contoh lain pubertas dan menopause bukanlah semata-mata hasil lingkungan, walaupun pubertas dan menopause dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti nutrisi, berat, obat-obatan dan kesehalan, evolusi dasar dan program genetik. Pengaruh keturunan pada pubertas dan menopause tidak dapat diabaikan.


Permasalahan Remaja dan Upaya Menanganinya

A.   Implikasi Proses Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Remaja juga membutuhkan proses adaptasi terhadap lingkungan sekolah tersebut. Berikut merupakan beberapa upaya yang dapat dilakukan :
1.   Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa
2.   Menggunakan metode dan alat mengajar yan mendorong gairah belajar siswa.
3.   Berusaha memahami siswa secara menyeluruh, baik prestasi belajar, social, maupun aspek pribadinya.
4.   Adanya keteladanan dari para guru dalam segala aspek pendidikan.
5.   Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam menjalankan kegiatan pendidikan.
6.   Melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.

B.   Masa Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
Persoalan yang paling sering dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah hubungan remaja dengan orang dewasa atau orang yang lebih tua dari mereka, yaitu orang tua. Oleh karena itu, perkembangan penyesuaian diri remaja bergantung pada suasana psikologi dan sosial dalam kehidupan keluarga.
Beberapa masalah penyesuaian diri antara lain penolakan orang tua terhadap anaknya, orang tua merasa tidak saying terhadap anaknya karena berbagai sebab, seperti tidak menghendaki kelahiran. Akibatnya remaja cenderung menghabiskan waktunya diluar rumah.
Sikap orang tua yang otoriter terhadap anaknya, sikap tersebut akan menghambat proses penyesuaian diri mereka. Remaja ini cenderung bersikap otoriter terhadap teman-temannya bahkan menentang otoritas orang dewasa.
Sikap orang tua yang cenderung memanjakan atau terlalu berlebihan dalam memberikan perhatian juga berakibat tidak baik. Remaja tersebut tidak dapat hidup mandiri dan selalu mengharapkan bantuan dari orang lain karena beranggapan itu adalah haknya.
Masalah penyesuaian diri tehadap sekolah dan lingkungan baru sebagai akibat dari orang tua yang selalu berpindah tempat tinggal. Mereka mungkin akan mengalami penyesuaian diri dengan guru, teman dan mata pelajaran serta lingkungan baru yang mereka tempati. Prestasi mereka mungkin juga akan menurun diakibatkan hal-hal tadi.

C.   Karakteristik Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
Remaja mempunyai keinginan kuat untuk mencari jati diri sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang tua.
Dimensi-dimensi yang menandai perubahan pada remaja;
Ø  Dimensi Biologis
Masa pubertas ditandai dengan aktifnya hormone-hormon, seperti; FSH, dan LH yang merangsang estrogen dan progesterone.
Hormon-hormon tersebut mempengaruhi perkembangan fisik pada remaja.
Ø  Dimensi Kognitif
Remaja sudah berkemampuan memiliki pola piker sendiri dalam usaha memecahkan masalah yang abstrak maupun kompleks.
Pengalaman membuat remaja mampu mentransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
Ø  Dimensi  Moral
Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolute yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.
Remaja tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan jika penjelasannya tidak logis.
Ø  Dimensi Psikologis
Suasana hati (mood) dapat berubah dengan cepat pada remaja.
Perubahan ini dpengaruhi oleh adanya beban pekerjaan rumah, sekolah atau kegiatan sehari-hari.
Menemukan jati diri atau identitas bias diperoleh melalui proses “Mencoba Peran”.

D. Beberapa Masalah Peserta Didik Usia Sekolah
1.   Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Menurut UU No. 20 tahun 2002 tentang perlindungan anak dikatakan bahwa usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan belum menikah.
American Academic of Pediabic tahun 1998 memberikan rekomendasi lain tentang batasan usia anak, yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21. Batasan tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial.
Berikut beberapa contoh permasalahan kesehatan anak usia sekolah :
Ø  Penyakit menular
Sekolah merupakan salah satu tempat penyebaran penyakit menular. Mengapa demikian? Karena sekolah merupakan tempat berkumpulnya anak-anak dengan latar belakang yang berbeda-beda. Sehingga memungkinkan sekali sebagai penyebaran berbagai macam virus. Penyakit tersebut misalnya: Demam Berdarah, infeksi mata, campak, cacar air dan lain sebagainya.
Ø  Penyakit noninfeksi
-     Alergi
Alergi pada anak usia sekolah dapat menyerang semua organ mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai komplikasi yang mungkin terjadi. Akhir-akhir ini diketahui bahwa alergi bias mengganggu semua organ tubuh termasuk otak dan perilaku anak.
-     Infeksi parasit cacing
Penyakit cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Paling banyak ditemui pada anak balita dan anak usia SD. Dari penelitian didapatkan penyakit cacingan sebesar 60-70 %. Resiko tertinggi pada kelompok anak yang mempunyai kebiasaan bermain-main di tanah yang tercemar telur cacing tanpa alas kaki dan di saluran perairan di dekat rumah.
Ø  Gangguan perkembangan dan perilaku
-     Penolakan Sekolah
Bisa dikatakan fobia sekolah adalah kecemasan yang terlalu tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai bebrbagai keluhan yang selalu muncul walaupun jam sekolah sudah lewat atau hari libur. Biasanya terjadi sampai umur 15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di lingkungan baru.
-     Gangguan Belajar
Kesulitan belajar terdiri dari berbagai jenis gangguan dengan berbagai gejala dan penyebab tertentu.
-     Gangguan Konsentrasi
Anak mengalami gangguan pemusatan perhatian, sering bosan terhadap suatu pekerjaan atau kegiatan. Ia tidak bisa duduk lama di kursi, tidak dapat tenang menerima pelajaran, sering tampak melamun dan lain-lain. 
-     Gangguan Emosi
Biasanya ditandai dengan sifat  mudah marah, gampang berteriak, melempar benda yang dipegang secara berlebihan hingga temper tantrum. Atau perilaku lainnya seperti meninju, membanting pintu, merengek, memaki dan lain-lain.
e.    Kesehatan Reproduksi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak menjadi tahap dewasa. Yang ciri cirinya adalah alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, inteligensi mencapai puncak perkembangan nya, emosi sangat labil, kesetia kawanan yang kuat, dan belum menikah.
Kurun usia remaja ini berbeda-beda panjangnya dari waktu dan dari tempat ke tempat. Di lingkungan masyarakat yang masih sederhan, kurun remaja ini bisa sangat singkat. Karena saat anak menunjukkan tanda-tandaakil balig, dilakukan upacara inisiasi tertentu dan setelah itu, anak itu langsung berstatus social dewasa. Sedangkan wanitanya lansung hamil, mempunyai anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hal ini dimungkinkan karena dilingkungan masyarakat yang sedehana, persyaratan yang diperlukan pun tidak terlalu berat.
Adapun di dikalangan masyarakat yang sudah lebih canggih, kurun usia remaja bisa lebih panjang, bisa mencapai belasan tahun. Penyebabnya adalah makin awalnya tanda-tanda akil balig, sementara persyaratan untuk menjadi dewasa justru semakin berat, sehingga memerlukan waktu yang semakin lama.
selama kurun waktu yang panjang ini, remaja yang tinggal di kota besar dan kelas social ekonomi menengah memerlukan pelayanan reproduksi, sebab secara fisiologis -sudah matang sehingga alat-alat reproduksinya dan dorongan sex nya sudah berfungsi penuh, jika fungsi ini tidak disalurkan sebagaimana mestinya misalnya melalui perkawinan sudah tentu akan terjadi akses hubungan sex pranikah kecuali jika mereka segera menikah atau mempunyai kendali diri.
Patut disayangkan, pelayanan kesehatan reproduksi justru sulit diperoleh di Indonesia sehubungan dengan adanya anggapan bahwa inffoemasi tentang sex hanya diperuntukan bagi yang sudah menikah sementara bagi yang belum menikah ditabukan.
Karena remaja adalah tahap yang paling rentan dalam hal kesehatan reproduksi sepanjang perkembangan hidup manusial, perhatian yang lebih besar perlu diberikan justru pada tahap perkembangan ini.Salah satu caranya adalah memberi kekebalan kepada remaja itu sendiri berupa pendidikan sex. Laporan statistic AS 1989 menujukkan bahwa di Negara tersebut telah terjadi penurunan angka kelahiran di luar nikah di kalangan remaja sebanyak 20% sejak 1989. Hal ini disebabkan para remaja, orangtua dan guru sudah semakin terbuka membicarakan tentang seks, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan yang diperlukan. Untuk menanggulangi dampak yang negative itu diperlukan perubahan sikap dari masyarakat.

2.Masalah remaja dan rokok.
Meskipun semua orang mengetahui akan bahaya rokok mereka tetapi merasa biasa saat berada di samping seorang perokok,bahkan dengan santainya seorang perokok merokok di samping seorang ibu yang sedang menggendong bayinya. Dan sekarang pun perokok bukan hanya dari kalangan orang dewasa, para siswa SMP pun sudah mulai akrab dengan asab rokok.
a.Bahaya rokok .
Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan antara lain nikotin,dan TAR. Rokok juga dapat menimbulkan kanker dan dapat merusak otak manusia. Nikotin menimbulkan rasa nikmat yang berkepanjangan dan memacu sistem dopamigergik,hasilnya mereka akan merasa lebih tenang,daya pikir serasa lebih cemerlang dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik zat yang terkandung dalam rokok juga dapat menimbulkan rangsangan untuk terus merokok lagi.
Efek dari rokok : stimulasi depresi ringan,gangguan daya tangkap,alam perasaa,alam pikiran,tingkah laku dan fungsi psikomotor

b.Tipe tipe perokok .
            1.perokok sangat berat : 31 batang perhari
            2.perokok berat : 21-30 batang perhari
            3.perokok sedang : 11-21 batang perhari
            4.perokok ringan : 10 batang perhari

Menurut silvan tomkins (al-bachri 1991 ) ada 4 tipe perokok :
1.perokok yang dipengaruhi perasaan positif (nikmat,menenangkan pikiran,permainan rokok)
Sub tipe :
a.pleasyre relaxation
b.stimulation to pick them up
c.pleasure of handlingthe cigarette
2.perokok yang dipengaruhi perasaan negatif (marah,cemas,gelisah) mereka menganggap ROKOK sebagai penyelamatnya.
3.perilaku perokok ADIKTIF (meningkatnya dosis saat efek rokok yang dihisapnya berkurang)
4.perilaku meerokok yang sudah jadi kebiasaan.

Tempat juga mempengaruhi pola perilaku perokok :
1.tempat  umum .
            -HOMOGEN : di daerah yang banyak terdapat perokok (smoking area)
            -HETEROGEN : berbaur dengan yang tidak merokok
2.tempat pribadi :
            -kantor/kamat pribadi :tergolong individu yang kurang menjaga kebersihan diri .
            -toilet : tergolong individu yang suka berfantasi .
C. Penyebab remaja merokok.
Ada beberapa hal yang menyebabkan remaja merokok:
1.     Pengaruh orang tua.
Remaja yang hidup dari keluarga yang tidak bahagia, serta orang tua yang tidak mamperhatikannya, lebih mudah untuk menjadi perokok daripada remaja yang hidup dari keluarga yang bahagia dan menanamkan nilai-nilai sosial dan agama.
2.     Pengaruh teman.
Banyak dari kalangan remaja yang merokok karena berteman dengan perokok. Ada dua kemungkinan dari sini:
a.     Terpengaruh oleh teman-temannya.
b.    Dipengaruhi oleh keinginan dirinya sendiri.
3.     Faktor kepribadian.
Karena remaja tersebut ingin tahu, ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik maupun jiwa dan untuk melepaskan kebebasannya.
4.     Pengaruh iklan.
Banyak iklan yang menggambarkan bahwa merokok adalah lambing kejantanan. Sehingga kebanyakan remaja merokok karena terpicu dengan hal itu.
D. Upaya pencegahan.
Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri remeja, untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok akan membuat mereka tidak terpengaruhi oleh godaan teman, media massa dll.
Adapun contoh motivasinya adalah:
*         Meskipun orang tuamu merokok, kamu tidak harus menirunya, karena kamu punya akal yang bisa membuat keputusan sendiri.
*         Kamu tidak harus ikut merokok hanya karena temanmu merokok. Kamu bias menolak ajakan mereka karena itu tidak baik untukmu dan orang lain.

3. Remaja dan Perilaku Konsumtif
a.     Pola hidup konsumtif
Konsumtif dapat diartikan keinginan untuk mengonsumsi barang barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan dengan tujuan untuk mencapai kepuasan.
Konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar daripada produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.
b.    Perilaku konsumtiuf remaja

Pada usia remaja pola konsumsi orang mulai terbentuk. Remaja biasanya mudah terbujuk iklan, suka ikut-ikutan teman,tidak realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat seperti ini dapat memunculkan perilaku yang konsumtif dan dimanfaatkan sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.