Saturday, May 9, 2015

Karakteristik dan perbedaan individu

§  nilai-nilai.
§  Karakter sifatnya relatif konstan dan selalu terarah pada tujuan.
Elemen dari karakter adalah :
1.        Dorongan-dorongan atau drives
Adalah naluri yang menggerakkan untuk mempertahankan aku manusia.Dorongan dibawa sejak lahir.Contoh : dorongan makan, aktif, dorongan bermain. Dorongan yang bersifar sosial adalah dorogan seks, hidup berkawan, berkumpul.
2.        Instink
Kemampuan untuk berbuat hal-hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya dan terarap adap tujuan yang berarti.Dibawa sejak lahir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.        Refleks
Reaksi yang tidak disaadari terhadapn perangsang tertentu.Terjadi id luar kesadaran manusia.Refleks du amacam a. bersyarat dan tidak bersyarat.Refleks bersyarat adalah karena pernagaruh lingkungan. Refleks tidka bersyaarakat : batuk karena membau sesuatu.
4.        Sifat-sifat karakter, yaitu :
a.       Kebiasaan : rekasi yang kompleks dan tetap dalam tingkah laku manusia. Timbul karena adanya latihan , meniru dan pengulangan.
b.      Kecenderungan
5.        Organisasi persaan ,emosi dan sentimen: kecenderungan yang menjadi kedudukan sentral.
6.        Minat atau interest : kecenderungan terhadap sesuatu secara intensif terhadap satu tujuan atau obyek yang dianggap penting.
7.        Kemauan:organisator daripada karakter.
A.       Pengertian Individu sebagai Peserta Didik
Menurut Fatimah (2006 : 12) setiap individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia telah memasuki usia sekolah, antara lain :
1.      Usia 4-6 tahun (pendidikan di taman kanak-kanak).
2.      Usia 6/7-12/13 tahun (pendidikan di sekolah dasar).
3.      Usia 12/13-15/16 tahun (pendidikan di SMP).
4.      Usia 16-19 tahun (pendidikan di SLTA).
B.       Karakteristik Setiap Individu yang telah Memasuki Usia Sekolah
1.      Usia 4-6 tahun (Pendidikan di Taman Kanak-Kanak)
Karakteristik anak Usia TK adalah konflik adaptatif, imitatif, berbagi, dan mau mengalah. Ketiga sifat terakhir ini karena anak ingin diterima dalam kelompok.
2.      Usia 6/7-12/13 tahun (pendidikan di sekolah dasar).
Menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya.Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik.Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan.
Nasution (1992) mengatakan bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, (2) amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, (4) pada umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6) anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
3.      Usia 12/13-15/16 tahun (pendidikan di SMP).
Karakteristik anak usia SMP antara lain :
a.         Cara berfikir kausatif. Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.
b.         Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang    ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan.
c.         Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
d.         Emosiyang meluap-meluap. Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon.
e.         Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
f.          Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
g.         Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukanaku yang sebenarnya).
4.      Usia 16-19 tahun (pendidikan di SLTA).
Nana Syaodik menguraikan ada empat karakteristik anak sekolah menengah sekaligus implementasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Keempat karakteristik tersebut adalah :
a.       Perkembangan fisik dan perilaku motorik.
b.      Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
Pada usia remaja tumbuh keinginan untuk mempelajari atau menggunakan bahasa asing baik yang formal misalnya bahasa inggris, mandarin atau lainnya ataupun bahasa non formal misalnya bahasa gaul atau bahasa sandi yang hanya dimengerti oleh kelompoknya.
Keinginan membaca juga meningkat terutama fantastik dan estetik.Oleh karena itu guru bersama dengan pustakawan dapat memberikan tugas pada siswa untuk membuat resensi buku bacaan yang baik agar siswa tidak membaca buku yang tidak baik.
Kecakapan umum berkembang pesat dan kecakapan khusus mulai terlihat arahnya.Guru hendaknya menerapkan pendekatan individual atau kelompok kecil dalam sistem pembelajaran. Guru juga memberi peluang pada siswa yang unggul untuk memberi imbas pada siswa yang lambat misalnya dengan metode tutor sebaya.
c.       Perilaku sosial, moralitas dan agama.
Usia remaja memiliki ketergantungan yang kuat pada kelompoknya, hal ini bila tidak diarahkan dapat timbul kelompok-kelompok ( gang ) yang memiliki kegiatan negatif, misalnya tawuran. Remaja sangat kritis mengkaji kaidah etika moral atau norma yang ada di masyarakat sekitarnya. Disamping itu mereka mulai mempertanyakan eksistensi dan kasih sayang Tuhan.
Implikasinya adalah sistem pendidikan di SMA hendaknya mengadakan kerjasama dengan lembaga terkait misalnya kepolisian, lembaga kesehatan, atau lembaga keagamaan.
d.      Perilaku konatif, Afektif dan Kepribadian.
Remaja menurut Maslow memiliki lima kebutuhan yaitu kebutuhan fisik, rasa aman, afiliasi sosial, penghargaan dan perwujudan diri. Reaksi dan emosi remaja masih sangat labil dan belum terkoordinasi, pada masa ini juga terjadi krisis identitas.
Karakteristik ini menuntut guru memberi contoh perilaku keteladanan bagi siswanya, baik di sekolah ataupun di luar sekolah.Guru juga harus memberi peluang siswanya untuk bertanggungjawab.
C.       Membentuk karakter Anak
Membentuk karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga, sekolah, dan komunitas.( Ratna Megawangi)

Dalam pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secaraterintegrasi.
Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.

Kedua, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk.Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses itu, ada sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. dimulai dari cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun; kasi sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan. Karakter baik ini harus dipelihara.
Lingkungan ini mengitari manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan meninggalnya.Antara lingkungan dan manusia ada pengaruh yang timbal balik, artinya lingkungan mempengaruhi manusia, dan sebaliknya, manusia juga mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.
Ki Hajar Dewantara, membedakan lingkungan pendidikan menjadi tiga, dan kita kenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu:
- Keluarga,
- sekolah,
- masyarakat.
D.       Tri Pusat Pendidikan
Lembaga Pendidikan ialah badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik.
1.         Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Pertama dan Utama
Kalau kita tinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat.
     Pendidikan Keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena disamping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak. Pendidikan keluarga mau tidak mau harus mengikuti derap langkah kemajuan masyarakat. Dengan demikian nampaklah adanya satu hubungan erat antar kelurga dengan masyarakat.
     Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subyek manusia (suami-isteri).Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak. Motivasi pengabdian keluarga (orang tua) ini semata-mata demi cinta kasih yang kodrati. Di dalam suasana cinta dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam tanggung jawab keluarga.
2.         Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Kedua
     Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak.Maka disamping kelurga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak.
     Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga sesudah Dengan sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, dan berguna bagi nusa dan bangsanya.
     Dengan sekolah, golongan atau partai mendidik kader-kadernya untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari golongan atau partainya.Dengan sekolah, kaum beragama mendidik putra-putranya untuk menjadi orang yang melanjutkan dan memperjuangkan agama.
Karena sekolah itu sengaja disediakan atau dibangun khusus untuk tempat pendidikan, maka dapatlah ia kita golongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan kedua sesudah keluarga, lebih-lebih mempunyai fungsi melanjutkan pendidikan kelurga dengan guru sebagai ganti orang yang harus ditaati.
3.         Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga
     Keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya.Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat di manapun berada, tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, namun juga mempunyai norma-norma yang universal dengan masyarakat pada umumnya.
E.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Didik
Persoalan mengenai faktor-faktor apakah yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan, dijawab oleh para ahli dengan jawaban yang berbeda-beda.
Para ahli yang beraliran “Nativisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh unsur pembawaan.Jadi perkembangan individu semata-mata tergantung pada faktor dasar/pembawaan.Tokoh utama aliran ini yang terkenal adalah Schopenhauer.
Berbeda dengan aliran Nativisme, para ahli yang mengikuti aliran “Empirisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran Empirisme ini menjadikan faktor lingkungan/pendidikan maha kuasa dalam menentukan perkembangan seorang individu.Tokoh aliran ini adalah John Locke.
Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrem di atas adalah “aliran konvergensi” dengan tokohnya yang terkenal adalah William Stern.Menurut aliran konvergensi, perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut.baik faktor dasar / pembawaan maupun faktor lingkungan/pendidikan kedua-duanya secara convergent akan menentukan / mewujudkan perkembangan seseorang individu. Sejalan dengan pendapat aliran ini Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita juga mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar / lingkungan (faktor eksternal).
Menurut Elizabeth B. Hurluck, baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, lebih-lebih lagi untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting.
Selain faktor-faktor yang tersebut di atas, masih ada lagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, diantaranya adalah faktor teman sebaya, keragaman budaya dan faktor media massa.
1. Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
Anak yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola kepribadian. Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di rumah, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntutsi anak untuk memperlihatkan pola yang lain, yang bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.
Makin kecil kelompoknya, di mana hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan dengan kelompok yang besar yang anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.
2. Keragaman budaya
Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental dan moral mereka.Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang negatif.
3. Media Massa
Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif. Contoh media massa yang sangat berpengaruh adalah media massamassa saat ini berkembang semakin canggih. Semakin canggih suatu media massa maka akan semakin terasa dampaknya bagi kehidupan kita. elektronik antara lain televisi. Televisi sangat mudah mempengaruhi masyarakat, khususnya anak-anak yang dalam perkembangan melalui acara yang disiarkannya.
F.        Perbedaan Individu dalam Perkembangan Pribadi
Lingkungan kehidupan social  budaya yang mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang amatlah kompleks dan heterogen. Baik lingkungan alami maupun lingkungan yang diciptakan untuk maksud pembetukan pribadi  anak-anak dan remaja, masing-masing memiliki ciri yang berbeda. Oleh karena itu secara singkat dapat dikatakan bahwa perkembangan pribadi setiap individu berbeda-beda sesuai dengan pembawaan (faktor hereditas) dan lingkungan tempat mereka hidup dan dibesarkan
Faktor pembawaan (hereditas) merupakan faktor dalam diri individu yang diwariskan dari orang tuanya meliputi bakat, pembawaan, potensi-potensi psikis dan fisik.Meskipun kita melihat suatu sifat atau ciri-ciri yang sama antara orang tua dan anaknya, kita belum bisa mengambil kesimpulan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri pada anak itu merupakan keturunan. Misalnya, bapak malas dan anaknya juga malas, ini belum berarti bahwa kemalasan anak itu adalah keturunan. Mungkin sifat malas pada anak itu disebabkan karena dengan tidak sadar anak itu meniru” dari orang tuanya, jadi mungkin adalah pengaruh lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu bersangkutan.Lingkungan secara garis besar dapat dibedakan:
1.  Lingkungan fisik,yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim, dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu. Misalnya: daerah pegungungan akan memberikan pengaruh yang lain bila dibandingkan dengan daerah pantai. Daerah yang mempunyai musin dingin akan memberikan pengeruh yang berbeda dengan daerah yang penuh dengan musim panas.
2.  Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan mayarakat, di mana dalam lingkungan masyarakat ini adanya interaksi individu satu dengan individu lain. Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan individu.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu, Hubungan antara individu dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya individu juga dapat mempengaruhi lingkungan. (Walgito, Bimo, 1980: 50)
Pertentangan terjadi antara para ahli untuk menyatakan faktor mana yang lebih berpengaruh pada pembentukan karakteristik atau perilaku individu.Sebagai contoh adanya pengaruh genetic/hereditas dalam perkembangan adalah adanya perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin.Pada kenyataannya, anak laki-laki cenderung lebih aktif, memiliki inisiatif, agresif dan berorientasi fisik dalam memanipulasi objek. Sedangkan anak perempuan, cenderung pada mengobservasi lingkungan daripada memanipulasi objek, dan mereka lebih memperhatikan, mendengarkan dan verbalizing. Anak perempuan juga cenderung lebih matang secara fisik terutama pengendalian psikologis sehingga cenderung untuk berfungsi secara efisien.
Besarnya pengaruh genetic bukan berarti mengecilkan pengaruh lingkungan.Pada kenyataannya seorang anak yang aktif dan memiliki saudara atau anak tua lebih memilih menghabiskan waktunya dengan bermain adu fisik, tetapi anak yang tidak memiliki teman bermain menghabiskan banyak waktunya untuk mengamati atau mempelajari lingkungan fisik.Kenyataan tersebut didukung oleh Hesmann dkk.1984; Patterson dan stouthamer-Loeber. 1984; dan Steinmetz.1977 yang menyatakan bahwa anak laki-laki yang dibesarkan dilingkungan yang brutal atau sadis kemungkinan akan memiliki tindakan yang mengarah pada perkelahian dan tindakan yang tidak menyenangkan terhadap temannya (bullying). Sedangkan Maccoby dan Martin, 1983; Rohner dan nielsen, 1978; Staub, 1979) menyatakan bahwa anak-anak yang sama tapi dibesarkan dalam lingkungan yang menyenangkan, akan lebih manusiawi, cenderung menjadi percaya diri, tapi tidak agresif dan cenderung menjadi pemimpin. Berdasarkan hal tersebut, meskipun pengaruh biologi/genetik dapat dipastikan membentuk perilaku individu dan sosial, pengaruh lingkungan berinteraksi dengan genetic pada akhirnya mempengaruhi kebiasaan.
Pada beberapa kasus, kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh pada dua kasus berikut: seorang anak yang lahir sempurna (tanpa cacat) apakah dapat dipastikan akan menjadi seorang periang apabila lingkungan selalu mencela semua perbuatannya. Atau apakah seorang anak yang lahir dalam kondisi cacat juga dapat dipastikan akan menjadi seorang yang periang apabila didukung oleh lingkungan yang nyaman. Dalam hal ini tidak dapat dipastikan mana yang lebih berpengaruh. Oleh karena itu, dalam hal pendidikan atau proses belajar mengajar penting untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu baik genetik maupun lingkungan. Sehingga pendidik dapat menentukan sikap dalam menghadapi permasalahan di setiap tahapan perkembangan individu.
Dua orang anak yang dibesarkan di dalam satu keluarga akan menunjukkan sifat pribadi yang berbeda walaupun keduanya berasal dari satu keturunan. Hal itu disebabkan mereka berinteraksi, bersosialisasi, dan mengintegrasikan diri dengan lingkungannya yang sesuai dengan perbedaan kapasitas, kemampuan atau bawaannya.Faktor pembawaan dan lingkungan merupakan dua faktor yang membentuk kepribadian seseorang. Oleh karena itu kepribadian setiap individu akan berbeda-beda sesuai dengan sifat badan dan kondisi lingkungan hidupnya.
G.       Upaya Mengembangkan Karakter Peserta Didik
 Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan pada anak didik.
1.  Berusaha mengerti pribadi individu
Setiap pribadi adalah unik dan kompleks.Masing-masing individu memiliki ciri yang unik. Dengan memahami pribadi masing-masing individu pendidik akan memiliki kedekatan emosional dan kepercayaan dari peserta didik sehingga pendidik akan lebih mudah memberikan bimbingan dan arahan serta nasihat.
2.  Mencari sebab-sebab timbulnya permasalahan karakter peserta didik.
Dengan mencari penyebab terjadinya permasalahan karakter, pendidik akan lebih mudah mencari penyelesaian.
3.  Menanamkan nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai keagamaan
Nilai spiritual dan nilai keagamaan akan menjadi guidence dalam kehidupan peserta didik. Dengan memahami nilai spiritual keagamaan peserta didik akan memiliki kehidupan yang lebih tenang dan ketahanan pribadi dalam menghadapi permsalahan dan cobaan hidup.
4.  Pendidik menjadi teladan bagi peserta didik
Sifat asasi manusia adalah peniru. Karakter peserta didik akan lebih mudah dibentuk apabila sudah ada contoh (model) dari orang disekelilingnya. Orang tua maupun guru harus dapat menjadi model karakter pribadi yang baik bagi peserta didik.
5.  Melatih  kebiasaaan – kebiasaan positif baik di sekolah maupun dirumah.
Contoh kebiasaan positif diantaranya adalah mengatur waktu, mengikuti aturan sekolah dengan sadar, membina hubungan baik dengan sesama teman, mengerjakan tugas dan pekerjaan secara mandiri, dll.
6.  Melatih cara merespon masalah dengan baik.
Menghindari sikap dan tindakan yang bermaksud menghindar atau lari dari masalah.Kemampuan memecahkan masalah adalah bekal life skill bagi kehidupan di masa datang.Untuk itu peserta didik harus memiliki sikap mental yang responsif dan responsible.Pesera didik dilatih mampu mengelola emosi dan meningkatkan daya nalar dalam memecahkan persoalan.
7.  Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan ketrampilan sesuai bakat dan minat yang dimiliki.

Sekolah dan rumah adalah tempat terdekat peserta didik untuk mengembangkan kapasitas intelektual dan bakat serta ketrampilan yang dimilki. Pengembangan penguasaan iptek dan bakat di sekolah dapat diakukan dengan program-program ekstrakurikuler maupun proses pembelajaran di dalam kelas itu sendiri. Di lain pihak, orang tua memberikan arahan yang benar bagi anak  dalam menyalurkan bakat serta minat yang dimilikinya.

No comments:

Post a Comment