§ nilai-nilai.
§ Karakter
sifatnya relatif konstan dan selalu terarah pada tujuan.
Elemen
dari karakter adalah :
1.
Dorongan-dorongan atau drives
Adalah naluri yang menggerakkan
untuk mempertahankan aku manusia.Dorongan dibawa sejak lahir.Contoh : dorongan
makan, aktif, dorongan bermain. Dorongan yang bersifar sosial adalah dorogan
seks, hidup berkawan, berkumpul.
2.
Instink
Kemampuan untuk berbuat hal-hal
yang kompleks tanpa latihan sebelumnya dan terarap adap tujuan yang
berarti.Dibawa sejak lahir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.
Refleks
Reaksi yang tidak disaadari
terhadapn perangsang tertentu.Terjadi id luar kesadaran manusia.Refleks du
amacam a. bersyarat dan tidak bersyarat.Refleks bersyarat adalah karena
pernagaruh lingkungan. Refleks tidka bersyaarakat : batuk karena membau sesuatu.
4.
Sifat-sifat karakter, yaitu :
a.
Kebiasaan : rekasi yang kompleks dan tetap dalam
tingkah laku manusia. Timbul karena adanya latihan , meniru dan pengulangan.
b.
Kecenderungan
5.
Organisasi persaan ,emosi dan sentimen:
kecenderungan yang menjadi kedudukan sentral.
6.
Minat atau interest : kecenderungan terhadap
sesuatu secara intensif terhadap satu tujuan atau obyek yang dianggap penting.
7.
Kemauan:organisator daripada karakter.
A. Pengertian Individu sebagai
Peserta Didik
Menurut
Fatimah (2006 : 12) setiap individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia
telah memasuki usia sekolah, antara lain :
1.
Usia 4-6 tahun (pendidikan di taman kanak-kanak).
2.
Usia 6/7-12/13 tahun (pendidikan di sekolah
dasar).
3.
Usia 12/13-15/16 tahun (pendidikan di SMP).
4.
Usia 16-19 tahun (pendidikan di SLTA).
B. Karakteristik Setiap Individu
yang telah Memasuki Usia Sekolah
1.
Usia 4-6 tahun (Pendidikan di Taman Kanak-Kanak)
Karakteristik anak Usia TK
adalah konflik adaptatif, imitatif, berbagi, dan mau mengalah. Ketiga sifat
terakhir ini karena anak ingin diterima dalam kelompok.
2.
Usia 6/7-12/13 tahun (pendidikan di sekolah
dasar).
Menurut Thornburg (1984) anak
sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak
perlu lagi diragukan keberaniannya.Setiap anak sekolah dasar sedang berada
dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik.Tingkah laku
mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat.
Seperti dikatakan Darmodjo
(1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan
baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana
kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama,
sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan.
Nasution (1992) mengatakan
bahwa masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai
berikut : (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang
kongkrit, (2) amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir
masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli
yang mengikuti teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya
faktor-faktor, (4) pada umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan
berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini anak memandang nilai (angka
rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6) anak pada masa
ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
3.
Usia 12/13-15/16 tahun (pendidikan di SMP).
Karakteristik anak usia SMP
antara lain :
a.
Cara berfikir kausatif. Hal ini menyangkut
tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia
akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak
kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang
lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.
b.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan
Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para
remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah
yang kompleks dan abstrak.Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian
rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.Kapasitas berpikir
secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir
multi-dimensi seperti ilmuwan.
c.
Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
d.
Emosiyang meluap-meluap. Emosi pada remaja masih
labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon.
e.
Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk sosial,
individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai
dengan aturan atau norma yang berlaku.
f.
Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode
dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi
di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
g.
Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan sering
diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya
tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya
(bukanaku yang sebenarnya).
4.
Usia 16-19 tahun (pendidikan di SLTA).
Nana Syaodik menguraikan ada
empat karakteristik anak sekolah menengah sekaligus implementasinya dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Keempat karakteristik tersebut
adalah :
a.
Perkembangan fisik dan perilaku motorik.
b.
Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
Pada usia remaja tumbuh
keinginan untuk mempelajari atau menggunakan bahasa asing baik yang formal
misalnya bahasa inggris, mandarin atau lainnya ataupun bahasa non formal
misalnya bahasa gaul atau bahasa sandi yang hanya dimengerti oleh kelompoknya.
Keinginan membaca juga
meningkat terutama fantastik dan estetik.Oleh karena itu guru bersama dengan
pustakawan dapat memberikan tugas pada siswa untuk membuat resensi buku bacaan
yang baik agar siswa tidak membaca buku yang tidak baik.
Kecakapan umum berkembang pesat
dan kecakapan khusus mulai terlihat arahnya.Guru hendaknya menerapkan
pendekatan individual atau kelompok kecil dalam sistem pembelajaran. Guru juga
memberi peluang pada siswa yang unggul untuk memberi imbas pada siswa yang
lambat misalnya dengan metode tutor sebaya.
c.
Perilaku sosial, moralitas dan agama.
Usia remaja memiliki ketergantungan
yang kuat pada kelompoknya, hal ini bila tidak diarahkan dapat timbul
kelompok-kelompok ( gang ) yang memiliki kegiatan negatif, misalnya tawuran.
Remaja sangat kritis mengkaji kaidah etika moral atau norma yang ada di
masyarakat sekitarnya. Disamping itu mereka mulai mempertanyakan eksistensi dan
kasih sayang Tuhan.
Implikasinya adalah sistem
pendidikan di SMA hendaknya mengadakan kerjasama dengan lembaga terkait
misalnya kepolisian, lembaga kesehatan, atau lembaga keagamaan.
d.
Perilaku konatif, Afektif dan Kepribadian.
Remaja menurut Maslow memiliki
lima kebutuhan yaitu kebutuhan fisik, rasa aman, afiliasi sosial, penghargaan
dan perwujudan diri. Reaksi dan emosi remaja masih sangat labil dan belum
terkoordinasi, pada masa ini juga terjadi krisis identitas.
Karakteristik ini menuntut guru
memberi contoh perilaku keteladanan bagi siswanya, baik di sekolah ataupun di
luar sekolah.Guru juga harus memberi peluang siswanya untuk bertanggungjawab.
C. Membentuk karakter Anak
Membentuk karakter, merupakan
proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak, akan tumbuh menjadi pribadi
yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan
begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk
itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga,
sekolah, dan komunitas.( Ratna Megawangi)
Dalam pembentukan karakter, ada
tiga hal yang berlangsung secaraterintegrasi.
Pertama, anak mengerti baik dan
buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas
hal-hal yang baik.
Kedua, mempunyai kecintaan
terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk.Kecintaan ini merupakan obor
atau semangat untuk berbuat kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan
kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses itu, ada sembilan pilar
karakter yang penting ditanamkan pada anak. dimulai dari cinta Tuhan dan alam
semesta beserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian;
kejujuran; hormat dan santun; kasi sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan;
baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan. Karakter baik ini
harus dipelihara.
Lingkungan ini mengitari
manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan meninggalnya.Antara lingkungan
dan manusia ada pengaruh yang timbal balik, artinya lingkungan mempengaruhi
manusia, dan sebaliknya, manusia juga mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.
Ki Hajar Dewantara, membedakan
lingkungan pendidikan menjadi tiga, dan kita kenal dengan Tri Pusat Pendidikan,
yaitu:
- Keluarga,
- sekolah,
- masyarakat.
D.
Tri Pusat Pendidikan
Lembaga Pendidikan ialah badan
usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan
terhadap anak didik.
1.
Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Pertama dan
Utama
Kalau kita tinjau dari ilmu
sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa
individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan dari bentuk-bentuk
kesatuan masyarakat.
Pendidikan Keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena
disamping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk
kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang
tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu
di masyarakat kelak. Pendidikan keluarga mau tidak mau harus mengikuti derap
langkah kemajuan masyarakat. Dengan demikian nampaklah adanya satu hubungan
erat antar kelurga dengan masyarakat.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk
berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subyek manusia
(suami-isteri).Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai
generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina
kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua
(sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak. Motivasi pengabdian keluarga
(orang tua) ini semata-mata demi cinta kasih yang kodrati. Di dalam suasana
cinta dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam
tanggung jawab keluarga.
2.
Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Kedua
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak.Maka disamping kelurga sebagai pusat
pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk
pembentukan pribadi anak.
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga sesudah Dengan
sekolah, pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai
dengan bidang dan bakatnya si anak didik, yang berguna bagi dirinya, dan
berguna bagi nusa dan bangsanya.
Dengan sekolah, golongan atau partai mendidik kader-kadernya
untuk meneruskan dan memperjuangkan cita-cita dari golongan atau
partainya.Dengan sekolah, kaum beragama mendidik putra-putranya untuk menjadi
orang yang melanjutkan dan memperjuangkan agama.
Karena sekolah itu sengaja
disediakan atau dibangun khusus untuk tempat pendidikan, maka dapatlah ia kita
golongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan kedua sesudah keluarga,
lebih-lebih mempunyai fungsi melanjutkan pendidikan kelurga dengan guru sebagai
ganti orang yang harus ditaati.
3.
Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga
Keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda
dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk
kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya.Masalah pendidikan di keluarga
dan sekolah tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung
tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat di manapun berada,
tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial
budaya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, namun juga mempunyai
norma-norma yang universal dengan masyarakat pada umumnya.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Anak Didik
Persoalan mengenai
faktor-faktor apakah yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan, dijawab
oleh para ahli dengan jawaban yang berbeda-beda.
Para ahli yang beraliran
“Nativisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan
oleh unsur pembawaan.Jadi perkembangan individu semata-mata tergantung pada
faktor dasar/pembawaan.Tokoh utama aliran ini yang terkenal adalah
Schopenhauer.
Berbeda dengan aliran
Nativisme, para ahli yang mengikuti aliran “Empirisme” berpendapat bahwa perkembangan
individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan/pendidikan, sedangkan
faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran Empirisme ini
menjadikan faktor lingkungan/pendidikan maha kuasa dalam menentukan
perkembangan seorang individu.Tokoh aliran ini adalah John Locke.
Aliran yang tampak menengahi
kedua pendapat aliran yang ekstrem di atas adalah “aliran konvergensi” dengan
tokohnya yang terkenal adalah William Stern.Menurut aliran konvergensi,
perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut.baik
faktor dasar / pembawaan maupun faktor lingkungan/pendidikan kedua-duanya
secara convergent akan menentukan / mewujudkan perkembangan seseorang individu.
Sejalan dengan pendapat aliran ini Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan kita
juga mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu
yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar / lingkungan
(faktor eksternal).
Menurut Elizabeth B. Hurluck,
baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi
tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh
mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, lebih-lebih lagi
untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting.
Selain faktor-faktor yang
tersebut di atas, masih ada lagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak didik, diantaranya adalah faktor teman sebaya, keragaman
budaya dan faktor media massa.
1. Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak
makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan
dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan
umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan
hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
Anak yang bertindak langsung
atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri
kepemimpinan dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar
pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola kepribadian.
Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan
dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin
mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di rumah, sedangkan di
pihak lain lingkungan menuntutsi anak untuk memperlihatkan pola yang lain, yang
bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.
Makin kecil kelompoknya, di
mana hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap
anak, bila dibandingkan dengan kelompok yang besar yang anggota-anggota kelompoknya
tidak tetap.
2. Keragaman budaya
Bagi perkembangan anak didik
keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental dan moral mereka.Ini
terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh
budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada masa-masa
perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya
yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku yang
positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang negatif.
3. Media Massa
Media massa adalah faktor
lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku masyarakat melalui
proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan
seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat merubah prilaku
seseorang ke arah positif dan negatif. Contoh media massa yang sangat
berpengaruh adalah media massamassa saat ini berkembang semakin canggih.
Semakin canggih suatu media massa maka akan semakin terasa dampaknya bagi
kehidupan kita. elektronik antara lain televisi. Televisi sangat mudah
mempengaruhi masyarakat, khususnya anak-anak yang dalam perkembangan melalui
acara yang disiarkannya.
F.
Perbedaan Individu dalam Perkembangan Pribadi
Lingkungan kehidupan
social budaya yang mempengaruhi
perkembangan pribadi seseorang amatlah kompleks dan heterogen. Baik lingkungan
alami maupun lingkungan yang diciptakan untuk maksud pembetukan pribadi anak-anak dan remaja, masing-masing memiliki
ciri yang berbeda. Oleh karena itu secara singkat dapat dikatakan bahwa
perkembangan pribadi setiap individu berbeda-beda sesuai dengan pembawaan
(faktor hereditas) dan lingkungan tempat mereka hidup dan dibesarkan
Faktor pembawaan (hereditas) merupakan
faktor dalam diri individu yang diwariskan dari orang tuanya meliputi bakat,
pembawaan, potensi-potensi psikis dan fisik.Meskipun kita melihat suatu sifat
atau ciri-ciri yang sama antara orang tua dan anaknya, kita belum bisa
mengambil kesimpulan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri pada anak itu merupakan
keturunan. Misalnya, bapak malas dan anaknya juga malas, ini belum berarti
bahwa kemalasan anak itu adalah keturunan. Mungkin sifat malas pada anak itu
disebabkan karena dengan tidak sadar anak itu meniru” dari orang tuanya, jadi
mungkin adalah pengaruh lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor
yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam
sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan
sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh lingkungan
bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan
kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau
kesempatan-kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat
dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu
bersangkutan.Lingkungan secara garis besar dapat dibedakan:
1. Lingkungan fisik,yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya
keadaan tanah, keadaan musim, dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan
memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu. Misalnya: daerah
pegungungan akan memberikan pengaruh yang lain bila dibandingkan dengan daerah
pantai. Daerah yang mempunyai musin dingin akan memberikan pengeruh yang
berbeda dengan daerah yang penuh dengan musim panas.
2. Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan mayarakat, di mana
dalam lingkungan masyarakat ini adanya interaksi individu satu dengan individu
lain. Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan
individu.
Hubungan individu dengan
lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya
lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu, Hubungan antara
individu dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu
lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya individu juga dapat
mempengaruhi lingkungan. (Walgito, Bimo, 1980: 50)
Pertentangan terjadi antara
para ahli untuk menyatakan faktor mana yang lebih berpengaruh pada pembentukan
karakteristik atau perilaku individu.Sebagai contoh adanya pengaruh
genetic/hereditas dalam perkembangan adalah adanya perbedaan perilaku
berdasarkan jenis kelamin.Pada kenyataannya, anak laki-laki cenderung lebih
aktif, memiliki inisiatif, agresif dan berorientasi fisik dalam memanipulasi
objek. Sedangkan anak perempuan, cenderung pada mengobservasi lingkungan
daripada memanipulasi objek, dan mereka lebih memperhatikan, mendengarkan dan
verbalizing. Anak perempuan juga cenderung lebih matang secara fisik terutama
pengendalian psikologis sehingga cenderung untuk berfungsi secara efisien.
Besarnya pengaruh genetic bukan
berarti mengecilkan pengaruh lingkungan.Pada kenyataannya seorang anak yang
aktif dan memiliki saudara atau anak tua lebih memilih menghabiskan waktunya
dengan bermain adu fisik, tetapi anak yang tidak memiliki teman bermain
menghabiskan banyak waktunya untuk mengamati atau mempelajari lingkungan
fisik.Kenyataan tersebut didukung oleh Hesmann dkk.1984; Patterson dan stouthamer-Loeber.
1984; dan Steinmetz.1977 yang menyatakan bahwa anak laki-laki yang dibesarkan
dilingkungan yang brutal atau sadis kemungkinan akan memiliki tindakan yang
mengarah pada perkelahian dan tindakan yang tidak menyenangkan terhadap
temannya (bullying). Sedangkan Maccoby dan Martin, 1983; Rohner dan nielsen,
1978; Staub, 1979) menyatakan bahwa anak-anak yang sama tapi dibesarkan dalam
lingkungan yang menyenangkan, akan lebih manusiawi, cenderung menjadi percaya
diri, tapi tidak agresif dan cenderung menjadi pemimpin. Berdasarkan hal
tersebut, meskipun pengaruh biologi/genetik dapat dipastikan membentuk perilaku
individu dan sosial, pengaruh lingkungan berinteraksi dengan genetic pada
akhirnya mempengaruhi kebiasaan.
Pada beberapa kasus, kedua
faktor tersebut memiliki pengaruh yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Sebagai contoh pada dua kasus berikut: seorang anak yang lahir
sempurna (tanpa cacat) apakah dapat dipastikan akan menjadi seorang periang
apabila lingkungan selalu mencela semua perbuatannya. Atau apakah seorang anak
yang lahir dalam kondisi cacat juga dapat dipastikan akan menjadi seorang yang
periang apabila didukung oleh lingkungan yang nyaman. Dalam hal ini tidak dapat
dipastikan mana yang lebih berpengaruh. Oleh karena itu, dalam hal pendidikan
atau proses belajar mengajar penting untuk mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan individu baik genetik maupun lingkungan. Sehingga
pendidik dapat menentukan sikap dalam menghadapi permasalahan di setiap tahapan
perkembangan individu.
Dua orang anak yang dibesarkan
di dalam satu keluarga akan menunjukkan sifat pribadi yang berbeda walaupun
keduanya berasal dari satu keturunan. Hal itu disebabkan mereka berinteraksi,
bersosialisasi, dan mengintegrasikan diri dengan lingkungannya yang sesuai
dengan perbedaan kapasitas, kemampuan atau bawaannya.Faktor pembawaan dan
lingkungan merupakan dua faktor yang membentuk kepribadian seseorang. Oleh
karena itu kepribadian setiap individu akan berbeda-beda sesuai dengan sifat
badan dan kondisi lingkungan hidupnya.
G.
Upaya Mengembangkan Karakter Peserta Didik
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan
dalam memberikan bimbingan pada anak didik.
1. Berusaha mengerti pribadi individu
Setiap pribadi adalah unik dan
kompleks.Masing-masing individu memiliki ciri yang unik. Dengan memahami
pribadi masing-masing individu pendidik akan memiliki kedekatan emosional dan
kepercayaan dari peserta didik sehingga pendidik akan lebih mudah memberikan
bimbingan dan arahan serta nasihat.
2. Mencari sebab-sebab timbulnya permasalahan karakter peserta didik.
Dengan mencari penyebab
terjadinya permasalahan karakter, pendidik akan lebih mudah mencari
penyelesaian.
3. Menanamkan nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai keagamaan
Nilai spiritual dan nilai keagamaan
akan menjadi guidence dalam kehidupan peserta didik. Dengan memahami nilai
spiritual keagamaan peserta didik akan memiliki kehidupan yang lebih tenang dan
ketahanan pribadi dalam menghadapi permsalahan dan cobaan hidup.
4. Pendidik menjadi teladan bagi peserta didik
Sifat asasi manusia adalah
peniru. Karakter peserta didik akan lebih mudah dibentuk apabila sudah ada
contoh (model) dari orang disekelilingnya. Orang tua maupun guru harus dapat
menjadi model karakter pribadi yang baik bagi peserta didik.
5. Melatih kebiasaaan –
kebiasaan positif baik di sekolah maupun dirumah.
Contoh kebiasaan positif
diantaranya adalah mengatur waktu, mengikuti aturan sekolah dengan sadar,
membina hubungan baik dengan sesama teman, mengerjakan tugas dan pekerjaan secara
mandiri, dll.
6. Melatih cara merespon masalah dengan baik.
Menghindari sikap dan tindakan
yang bermaksud menghindar atau lari dari masalah.Kemampuan memecahkan masalah
adalah bekal life skill bagi kehidupan di masa datang.Untuk itu peserta didik
harus memiliki sikap mental yang responsif dan responsible.Pesera didik dilatih
mampu mengelola emosi dan meningkatkan daya nalar dalam memecahkan persoalan.
7. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan ketrampilan sesuai
bakat dan minat yang dimiliki.
Sekolah dan rumah adalah tempat
terdekat peserta didik untuk mengembangkan kapasitas intelektual dan bakat
serta ketrampilan yang dimilki. Pengembangan penguasaan iptek dan bakat di
sekolah dapat diakukan dengan program-program ekstrakurikuler maupun proses
pembelajaran di dalam kelas itu sendiri. Di lain pihak, orang tua memberikan
arahan yang benar bagi anak dalam
menyalurkan bakat serta minat yang dimilikinya.
No comments:
Post a Comment